oleh : Abdul Racman
Saya mencoba menyikapi kunjungan ketua komnas Ham perwakilan Sumatera Barat Sultanul Arifin, S.Sos, MH di kediaman keluarga korban alm. Tiara Fadila pada Senin (15/7/2024) mengundang pertanyaan publik.
Sejarah singkat terbentuknya Komnas Ham Pembentukan Komnas HAM diawali pada tahun 1993, dan diundangkannya Undang- Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), serta dikeluarkannya Tap MPR Nomor XVII/MPR-RI/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan juga Undang-Undang nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kemudian pada tanggal 31 Desember 2019 Tata Tertib Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mulai di berlakukan dimana pada Pasal 9 Komnas HAM dalam melaksanakan fungsi mediasi, bertugas dan berwenang melakukan:
a. perdamaian kedua belah pihak;
b. penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi,
mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli;
c.pemberian saran kepada para pihak untuk
menyelesaikan sengketa melalui pengadilan;
d. penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; dan
e.penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk ditindaklanjuti.
Dalam perkara kematian putri sulung alm, Tiara Fadila, Rosmi Dewita, telah membuat pengaduan ke kantor pusat Jl. Latuharhary No.4b, RT.1/RW.4, Menteng, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10310 pada 23 September 2023 lalu.
Dengan harapan apa yang di sampaikan kepada Komnas Ham dapat meminta pendapat/keterangan penilai ahli sbb :
- Apakah benar keluarga korban telah mendapat perlakuan diskriminatif oleh pihak terkait sehingga hak untuk membuat laporan selalu mendapat penolakan dan tidak ada pendapat penilai ahli.
- Siapa nama anggota polisi yang membuat laporan model A dengan nomor: LP/A/13/II/2021/Res-Lantas yang diduga tidak berada dilokasi.
- Siapa penilaii ahli yang menyatakan alm. Tiara Fadila tewas akibat kecelakaan.
- Semua alat bukti yang ada pada keluarga korban kenapa tidak pernah dihadirkan di pengadilan.
Dari hal tersebut jadi menarik ketika muncul berita Ketua Komnas Ham Perw. Sumatera Barat melalui media, dimana tidak penjelasan kepada kelurga korban tentang pelaksanaan Tata Tertib Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sesuai pasal 10, dimana komnas HAM dalam melaksanakan fungsi penyelidikan dapat
membentuk Tim Ad Hoc yang terdiri atas Komnas HAM dan unsur masyarakat, namun tidak dalam publikasi.
Dari informasi keluarga korban Rosmi Dewita mengaku kedatangan Ketua Komnas Ham Perw. Sumatera Barat ke kediamannya tidak pernah memberikan saran atau pendapat untuk melakukan Perdamaian, konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi dan penilaian ahli sebagaimana di maksud pasal 9 huruf b.
Namun hanya dimintai keterangan saja terkait kronologi peristiwa, bahkan untuk barang bukti berupa baju, rok, handphone dan cairan yang keluar dari mulut korban, pihak komnas ham belum ada upaya untuk meminjam sebagai alat bukti.
Hal tersebut akan menjadi preseden buruk akan kinerja Komnas Ham di mata publik, dimana hak warga negara untuk memperoleh keadilan semakin jauh.
[…] I metroindonesia.id – DPO Baktiar Simanjuntak alias Manohara bebas berkeliaran di depan mata pihak […]
Komentar ditutup.