Metro Jakarta – Syukuran hari Sumpah Pemuda berlangsung di Gandy Steak House Jl. Hayam Wuruk No. 73 Jakarta Pusat mempunyai arti tersendiri dalam menghadapi kondisi bangsa dan negara saat ini, Keluarkan Dektrit Presiden atau Kembalikan UUD 1945
Acara syukuran yang diselenggarakan oleh Focus Group Discussion dengan pembawa acara Irma Hutabarat dengan menampilkan 2 tokoh narasumber, Mayjen TNI Purn. Prijanto dan Raja Samu Samu ke VI.
Tampak hadir tamu kehormatan Jenderal TNI H. Try Sutrisno mantan wakil Presiden Indonesia ke-6 periode 1993–1998 dan pernah menjabat sebagai Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Dalam sambutannya, Mayjen TNI (Purn.) Prijanto pria kelahiran 26 Mei 1951 dan pernah menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 7 Oktober 2007 hingga 7 Oktober 2012 menyampaikan beberapa konsepsi bagaimana menyelamatkan bangsa dan negara, mengembalikan kedaulatan rakyat semasa dahulu.
“Sebagaimana Bung Karno menyampaikan dalam sidang umum PBB 1960, bahwa sila ke-4 itulah Demokrasinya Bangsa Indonesia yang artinya Indonesia adalah negara yang berdaulat rakyat berdasarkan kerakyatan dan permusyawatan perwakilan. Inilah pokok pokok pikiran dalam staatsfundamentalnorm ; atau landasan umum UUD 1945″
Lebih lanjut Prijanto menyampaikan”mengapa kita harus kembali ke UUD ’45 untuk disempurnakan dengan Addendum? Pertama, sudah banyak kajian resmi MPR sejak tahun 2003 yang membentuk Komisi Konstitusi dengan Tap MPR No.1 tahun 2002, kemana hasil kerja komisi konstitusi selesai, namun tidak jelas dikemanakan hasil tersebut oleh ketua MPR ?”.
Masih banyak alasan lain yang berakibat, Prijanto berpendapat “kerusakan aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan sistem ketatanegaraan, inilah kegentingan kedaruratan negara yang bisa mempengaruhi kelangsungan hidup bernegara, sehingga harus menjadi perhatian bangsa Indonesia, terutama TNI – Polri dan Presiden sebagai kepala Negara.
Menanggapi persoalan negara Edwin Henawan soekowati ketua FNP ( Front Nasional Pancasila) dan ketua umum Anindo ( Aliansi Nasionalis Indonesia) menanggapi .
“intinya dengan adanya pasar bebas, privasisasi BUMN, adanya kesetaraan investor asing dengan investor lokal dinegara domestik masing masing oleh karena itu Indonesia tidak dapat mengikuti pola pasar bebas liberalisme karena Indonesia dianggap masih nasionalistik dan gotong royong karena masih mengikuti UUD 1945 maka diubahlah UUD 1945 menjadi undang undang yang leberalistik, indualistik dan kapitalistik dan hasilnya inilah yang kita rasakan saat ini ” ujarnya.
Sementara Prof Anthony Budiawan sebagai Managing direktur PEPS lebih menekankan
“pada inti Undang-undang Dasar 2002 menghilangkan kedaulatan daerah diganti dengan kedaulatan rakyat, pada pilpres satu orang satu suara, dimana yang mayoritas itulah yang menang, yang minoritas tidak bisa memimpin Indonesia lagi, ” ungkapnya
“Inilah dampaknya yang waktu dikatakan Luhut dan Rocky Gerung, udah jangan mimpilah yang minoritas bisa berkuasa, inilah yang melanggar sumpah pemuda dan undang-undang dasar asli, dampaknya terjadilah perampasan perampasan aset negara dengan peralihan kekayaan ke pusat dan oligarki”
Menyinggung pertambangan batubara yang ada di kecamatan Merapi Timur dan Merapi Barat dimana penduduk yang mendapatkan dampak hanya menerima kompensasi beras sebanyak 5 Kg/KK Prof Anthony Budiawan memberi tanggapan.
“Inilah pemerintah daerah tidak berkuasa dan berdaulat, kekuasaan kekayaan alam dikuasai oleh mereka, sejak 2014 mereka tidak lagi memperhatikan dampak lingkungan dan tidak ada dana itu, karena tanggung jawab ada pada si penambang batubara.” Ujarnya. [] Red.