MELAWI-KALBAR, Metroindonesia.id – “Tahun Anggaran 2022, Pemda Melawi mengalami gagal bayar,” ungkap praktisi hukum Yustinus Bianglala, SH., Minggu (4/6). Saat dimintai tanggapan perihal polemik defisit APBD Kabupaten Melawi TA 2022 dan penilaian WTP oleh BPK RI serta hubungan antara defisit dan WTP.
Dikatakan Yustinus Bianglala bahwa, defisit APBD adalah kekurangan pendapatan daerah atas pengeluaran pada tahun anggaran yang sama. Secara teknis biasanya dibedakan antara defisit APBD dan defisit realisasi APBD. Yang pertama bersifat perkiraan, yang kedua sifatnya nyata (atau terjadi).
“Defisit harus ditutupi pada tahun anggaran yang sama. Defisit dapat ditutupi dengan penerimaan pembiayaan, misalnya, melalui sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, penerimaan pinjaman, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang.” ulas Lala sapaan akrabnya.
Lebih lanjut Lala mengatakan, apabila SiLPA tahun sebelumnya, penggunaan cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang tidak dapat menutupi defisit, maka defisit APBD ditutupi dengan utang atau istilah teknisnya penerimaan pinjaman.
“Pertanyaannya, defisit realisasi APBD Kabupaten Melawi TA 2022 sejumlah 6 milyar lebih, ditutup pakai apa?” tanya Lala
“Sejauh yang saya ketahui, Pemda Melawi tidak menutupi defisit dengan utang. Namun, berdasarkan press release Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Melawi pada tanggal 1 Juni 2023, Pemda Melawi memiliki kewajiban kepada mitra, yaitu pihak ketiga sebesar 5%,” timpalnya.
“Nah, apabila kewajiban 5% yang dimaksud tidak terkait dengan jaminan pemeliharaan pekerjaan konstruksi, maka dapat dipastikan pada TA 2022, Pemda Melawi telah mengalami gagal bayar,” ungkap Lala.
Ia tidak lupa mewanti-wanti, supaya Pemda tidak menggunakan, misalnya, pendapatan transfer TA 2023 untuk menyelesaikan kewajiban 5% pada TA 2022 sebab itu merupakan perbuatan melawan hukum yang apabila menyebabkan kerugian keuangan negara masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
Sementara itu, untuk menjawab hubungan antara defisit dan WTP oleh BPK RI atas laporan keuangan Pemda Melawi Perlu diperhatikan empat indikator penentu WTP atas laporan keuangan.
“Pertama, laporan keuangan harus disajikan sesuai standar akuntasi pemerintahan (SAP). Kedua, informasi yang diungkap dalam laporan keuangan harus jelas dan detail. Ketiga, ada dan efektifnya sistem pengedalian internal Pemda. Terakhir, realisasi anggaran harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Lala.
“Apa yang dipertanyakan Shirat Nur Wandi, Ketua Kamus Raya itu terkait dengan indikator terakhir. Apabila benar realisasi defisit APBD Kabupaten Melawi TA 2022 sebesar 81 milyar, maka pelaksanaan anggaran tidak sesuai peraturan perundang-undangan. Kita patut mempersoalkan WTP oleh BPK RI,” ujar Lala.
“Saya berharap ke depan, Pemda Melawi mengambil kebijakan anggaran berimbang dalam penyusunan APBD,” kata Lala mengakhiri wawancara.