Metro Jakarta – Diskusi “Kopi Party Movement” di Dapoe Pejaten Pasar Minggu Jakarta Selatan mendapat perhatian publik, kali ini dengan tema “Quo Vadis Reformasi Total Polri ?”. (19/22).
Dalam diskusi, Pantia. Penyelenggara menghadirkan narasumber dari beberapa kalangan diantaranya Komjen Pol (Purn) Susno Duadji (mantan Kabareskrim Polri), DR. Margarito Kamis (pakar hukum tata negara), Kamaruddin Simanjuntak (pratisi hukum), Laksamana Madya (purn) Soleman B Ponto (mantan kepala BAIS TNI), DR. Sindra Tahta (pengamat sosial dan kepolisian dan Haris Azhar (Direktur Eksekutif Lakataru).
Turut hadir Pratisi Hukum Egi Sudjana yang saat ini sedang menangani kasus dugaan ijasah palsu Presiden RI, Joko Widodo.
Dalam kesempatan Haris Rusli Moti sebagai pengantar obrolan memberikan pandangan tema mengapa Quo Vadis Reformasi Total Polri ? harus dilakukan ?
Dalam pandangan mantan BAIS TNI, Soleman B Ponto sebenarnya antara TNI – Polri setelah reformasi tidaklah berubah masih dalam struktur militer,”coba lihat TNI – Polri saja disiplinnya, pangkat jenderal mesih menempel, dan status masih sama sebagai pegawai negeri bukan pegawai negeri sipil, jadi Polri belum menjadi Polisi Indonesia, tetapi Polisi mantan tentara” terangnya.
Dari peristiwa demi peristiwa yang mencoreng institusi kepolisian mulai dari kasus pembunuhan Joshua, pembunuhan massal Kanjuruhan, Malang dan tertangkapnya Teddy Minahasa Putra dalam kasus Narkoba menjadikan hilangnya kepercayaan masyarakat akan kinerja kepolisian.
Menanggapi tema Quo Vadis Reformasi dalam Kopi Party Movement, Kamaruddin Simanjuntak memberi pandangan “untuk mereformasi Polri dimulai dari penerimaan anggota polri yang bersih, dan jujur,” tegasnya,
Lebih lanjut Kamaruddin juga memberikan pandangan tentang “ketegasan Kapolri sering diabaikan oleh senior seniornya diatas angkatan, maka sebaiknya Presiden memilih Kapolri dari senior senior yang terbaik,” ungkapnya.
Haris Azhar (Direktur Eksekutif Lakataru) lebih menyinggung tentang “penggunaan senjata dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparat kepolisian, dikategorikan 3 gelombang dimana gelombang pertama kejahatan aparat kepolisian dengan melakukan penculikan, pembunuhan di jalan jalan” ungkapnya.
“Gelombang kedua, aparat kepolisian kebanyakan menerima suap digelombang ketiga, yang menyuap ada di institusi negara, coba bayangkan bahaya didalam negara ada kewenangan bisnis dan juga kewenangan hukum untuk kepentingan pengusaha maupun kelompok ” jelasnya.
Dari sistem tatanegara Margarito Kamis menyinggung bagaimana mereformasi Polri “dengan menbatasi kewenangan Polri dibawah suatu kementerian, misalnya Kemenpolhukam diganti menjadi Kementerian Keamanan Politik Hukum dan Ham, sehingga Polri tidak membuat aturan sendiri tanpa pengawasan, dimana harus ada SOP, seperti penggunaan senjata, kapan saja polisi dapat menggunakan senjata” jelasnya.
Sebagai seorang mantan Kabareskrim Polri, Susno Duadji mengakaui “Institusi polri kewenangan yang sangat besar, hampir semua undang undang memberi kewenangan kepada Polri, miliki senjata yang luar biasa, anggaran yang luar biasa, tapi tidak ada pengawasan internal dalam tubuh polri” terangnya.
Dalam sesi tanya jawab, Soleman menberikan pendapat tentang terpilihnya Irjend Suwondo Neinggolan menjadi Kapolda di Yogyakarta yang namanya terdaftar di Satgasus menyampaikan ” Kalau menurut Kapolri Satgasus itu benar, ya benar kita mau berbuat apa ” jelasnya.
Wawancara exlusif Soleman mantan BAIS TNI
Dari salah satu solusi pendapat yang disampaikan peserta “bagaimana jika reformasi kepolisian seperti Brimod dikembalikan jadi satu dengan TNI, untuk Reserse Narkoba jadikan satu dengan BNN, untuk Reserse kriminal dibawah naungan Kemendagri dan untuk Polantas jadikan satu dengan Dinas perhubungan” .[] Red.
[…] BACA JUGA: Presiden dan DPR RI Didesak Percepat Reformasi Total Polri serta Audit Satgassus […]
[…] BACA JUGA: Presiden dan DPR RI Didesak Percepat Reformasi Total Polri serta Audit Satgassus […]
Komentar ditutup.