Metro, Jakarta – Bom waktu terkait eksistensi Dewan Pers (DP) yang bermasalah akhirnya tuai Konflik.
Salah satu konstituen DP, Serikat Media Siber Indonesia atau lebih dikenal dengan singkatannya SMSI, telah berkirim surat permohonan yang bernada penolakan atas hasil pemilihan kepengurusan DP yang baru.tang dinilai telah tuai Konflik kepentingan.
Akibat tidak terakomodirnya kader-kader organisasi itu di kepengurusan DP periode mendatang.
Surat tersebut dikirimkan ke DP dengan tembusan Presiden, DPR-RI, dan berbagai lembaga lainnya.
Belum diresponnya surat kami tentang permohonan peninjauan statuta Dewan Pers untuk menambah jumlah anggota Dewan Pers, maka kami menilai bahwa keberadaan anggota Dewan Pers yang dipilih tidak memiliki keterwakilan dari tiap-tiap organisasi konstituen.
Hal itu berdampak pada hilangnya kesetaraan, kesamaan hak dan keadilan bagi SMSI,” demikian bunyi surat SMSI pada salah satu poin pernyataannya.
Tuai Konflik
Dari analisis singkat media ini, pada proses pemilihan pengurus baru DP untuk periode 2022-2025 beberapa organisasi pers konstituen DP tidak terakomodir dalam kepengurusan.
SMSI menilai hal itu diduga kuat disebabkan oleh tekanan dari berbagai pihak berkepentingan, antara lain dari konglomerat media massa yang selama ini menguasai lembaga tersebut.
“Pemilihan anggota Dewan Pers yang dilaksanakan BPPA tidak sesuai undangan yang di jadwalkan.
Sehingga memastikan semakin kuatnya dugaan kami bahwa pemilihan dengan cara-cara koboy seperti ini Tuai Konflik lahirnya Dewan Pers di masa akan datang menjadi Dewan Pers yang syarat dengan kepentingan,” demikian bunyi poin 3 dari surat SMSI yang dilayangkan pada tanggal 3 Januari 2022 lalu.
Organisasi perusahaan pers online (siber) yang konon katanya memiliki anggota sebanyak 1.700 media online itu merasa aneh jika keberadaan mereka tidak dipandang oleh DP.
Pasalnya, menurut isi surat SMSI yang ditandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderalnya itu, ada organisasi konstituen Dewan Pers, yang hanya perlu 8 (delapan) perusahaan dapat menuhi syarat standar organisasi Perusahaan Pers, bisa menempatkan dua orang perwakilannya sebagai anggota Dewan Pers.
“Sementara SMSI dengan anggota lebih dari 1.700 (seribu tujuh ratus) perusahaan tidak ada wakil yang duduk menjadi anggota Dewan Pers,” tulis pernyataan SMSI itu.
SMSI juga merasa kecewa tuai konflik yang terjadi karena selain tidak adanya keterwakilan SMSI di Dewan Pers, Utusan SMSI yang duduk di Badan Pekerja Pemilihan Anggota (BPPA) merasa ada tekanan berbau ancaman. Ancaman dan ketidak-adanya perwakilan tersebut, SMSI merasa ada dugaan penelantaran.
Dalam suratnya, SMSI juga menyitir perkembangan terakhir terkait adanya gugatan uji materil UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers oleh beberapa aktivis organisasi pers ke MK.
“SMSI menilai apa yang dilakukan oleh organisasi yang kehilangan hak konstituen itu sebetulnya diduga dampak dari kesewenangan dan ketidakadilan yang dilakukan Dewan Pers selama ini.
Seharusnya Dewan Pers merangkul dan melakukan pembinaan kepada seluruh organisasi pers tersebut sebagai satu-satunya wadah berhimpun organisasi pers,sehingga tuai konflik tidak terjadi” tulis SMSI.
Pada bagian akhir surat permohonannya, SMSI meminta agar dilakukan penambahan anggota DP dari 9 orang menjadi 15 orang. “Dalam rangka memperkuat Dewan Pers dan kami ingin ikut serta berkonstribusi dengan meminta penambahan jumlah anggota Dewan Pers.
Adalah berdasarkan pertimbangan luas dan tingginya kebutuhan masyarakat pers terhadap Dewan Pers yang tidak memungkinkan untuk ditangani oleh hanya 9 orang anggota, maka perlu adanya perubahan keanggotan dengan menambah jumlah anggota Dewan Pers menjadi 15 orang.
Dan menunda pengangkatan Anggota Dewan Pers periode 2022 – 2025 dengan terlebih dahulu menyempurnakan berbagai ketentuan yang terkait.”
Selain itu, SMSI juga mendesak DP agar mengakomodir keberadaan semua organisasi pers yang ada untuk menjadi konstituen DP. “Untuk memenuhi rasa keadilan dan kesetaraan, (kami) meminta kepada Dewan Pers, agar seluruh organisasi Pers didaftar menjadi konstituen (members) dengan tidak ada ketentuan ambang batas, adapun regulasi tentang tatakelola dan ketentuan regulasinya disesuaikan dengan realitas kondisi obyektif saat ini.” (TEAM/Red)